“Aduh, mau pulang kok
malah panas banget sih,” keluh Kendra pada Ergi, pacarnya.
“Namanya siang hari
pasti panas lah Ken, nanti kalo hujan kamu malah tambah bingung.” Ucap Ergi.
“Ya tapi kan biasanya
gak sepanas ini, Gi. “
“Kok tumben sih kamu
cerewet gini? Kamu lagi dapet, Ken? Hehehe.”
“Ih apaan sih Gi. “
Ucap Kendra sambil mencubit pipi Ergi.
Kendra dan Ergi awalnya
adalah sahabat sejak kecil. Namun, lambat laun mereka menyadari perasaan mereka
lebih dari sekedar sahabat. Dimana ada Kendra, pasti ada Ergi. Begitu pun
sebaliknya. Walalupun Ergi tidak pernah menyatakan perasaannya secara romantis,
Kendra tahu bahwa di hati Ergi, hanya ada Kendra.
***
“Eh itu wali kelas baru
kita, Ken.” Ucap Sesha.
“Loh kok masih muda ya,
Sha?”
“Iya, cakep lagi.
Hehehehe. “ Ujar Sesha.
“Selamat pagi anak-anak. Nama saya Angga Bayu
Wicaksono. Kalian dapat memanggil saya Pak Angga. Saya memang wali kelas
kalian. Namun, saya berharap kita bisa menjadi teman.”
Kuperhatikan wajah Pak
Angga. Terlihat begitu muda dan tampan. Wajahnya yang putih terlihat begitu
segar. Tiba-tiba Pak Angga melihat ke arahku. Aku pun langsung menunduk secara
spontan. Entah kenapa hatiku begitu berdebar-debar.
“Saya ingin kalian
memperkenalkan diri kalian. Mulai dari yang di pojok sana ya.” Ucap Pak Angga.
Aku tergagap. “Er, nama
saya Kendra, Pak.” Ucapku. Kulirik wajah Pak Angga. Kulihat dia tersenyum
padaku. Manis sekali.
***
Ini adalah hari pertamaku
mengajar di SMA Bina Indonesia. Tidak kuduga, aku langsung menjadi wali kelas XII.
Sejak masuk kelas, dia sudah menyita perhatianku. Tubuhnya yang semampai.
Wajahnya yang manis. Entah kenapa dia selalu membuatku ingin memperhatikannya.
Kulihat dia merupakan anak yang pintar juga.
Ah ya, tapi dia adalah muridku. Aku tidak mungkin mendekatinya untuk
menjalin hubungan yang lebih dari guru dan murid.
***
“Gi, menurut kamu, Pak
Angga gimana?”Tanya Kendra pada Ergi.
“Mm, gimana apanya?”
“Ya menurut kamu,
orangnya gimana?”
“Biasa aja tuh. Caranya
mengajar lumayan enak. Kenapa kamu nanya tentang Pak Angga, Ken? Jangan bilang
kamu naksir Pak Angga. Aku jitak kamu nanti.” Gerutu Ergi.
“Idih, gak lah Gi. Kan
aku udah punya kamu, hehehehe.”Balas Kendra.
Yah, kalau sekedar
mengagumi, tidak masalah kan. Lagi pula dia adalah guruku. Ucap Kendra dalam
hati.
***
“Eh Ken, Pak Angga kok
ngeliatin ke arah
sini terus ya? Jangan-jangan dia lagi ngeliatin kamu tuh.” Ucap Sesha.
“Masak sih Sha?”
“Iya, itu lihat deh. Tuh kan Pak Angga
melirik kearah kita lagi.”
“Heh, apaan sih Sha.
Pak Angga gak boleh dong ngeliatin Kendra. Masak pacar orang diliatin terus.
Huh.”Ujar Ergi.
“Beneran Gi. Aku sering
kok lihat Pak Angga memperhatikan Kendra.”
“Awas aja kalau dia
berani naksir Kendra.”
“Udah-udah. Kalian itu
apaan sih. Gak mungkin lah Sha Pak Angga ngeliatin aku. Kamu juga Gi, Pak Angga
kan guru kita. Aneh-aneh aja deh. Udah ah, gak usah ngomongin beginian.”Ucapku.
Tidak kupungkiri,
hatiku senang mendengar ucapan Sesha. Aku pun menyadari bahwa Pak Angga sering
mencuri-curi pandang padaku. Bahkan sikapnya pun berbeda padaku. Beliau seperti
lebih lembut apabila berbicara kepadaku bila dibandingkan dengan teman-teman
yang lain.
Pak Angga adalah guru
yang sabar dan lembut. Beliau tidak pernah memperlihatkan kemarahannya kepada
kami, murid-muridnya. Apabila kami masih belum mengerti penjelasannya, Pak
Angga akan mengulanginya lagi sampai kami semua benar-benar mengerti.
Aku tidak memungkiri.
Saat ini perasaanku mulai terbagi dua antara Pak Angga dan Ergi. Namun, aku
tidak bisa menilai, siapa yang lebih aku sukai.
Ergi adalah segalanya
bagiku. Aku sangat menyayanginya. Namun, gaya bicaranya yang slengekan sangat
kontras bila dibandingkan dengan Pak Angga. Hampir setiap hari aku bertengkar
dengan Ergi. Menurut Ergi, aku adalah orang yang mudah tersinggung. Sehingga
dia senang sekali menggodaku agar aku marah padanya. Ergi adalah orang yang
lebih suka menunjukkan perasaannya dengan sikapnya. Bukan dengan kata-kata.
Kadangkala aku ingin merasakan suasana yang romantis dengannya. Namun, hingga
saat ini selalu gagal. Kami lebih nyaman berbagi perhatian dengan
pertengkaran-pertengkaran kami.
***
Hari demi hari berlalu
dengan sangat cepat. Tidak terasa sudah enam bulan aku menjadi guru SMA. Dua bulan lagi murid-muridku akan menjalani
Ujian Nasional untuk kelulusan mereka. Setelah mereka lulus dari sekolah itu,
dia sudah bukan muridku lagi. Aku sudah bisa bebas untuk mendekatinya.
Aku tahu dia sudah
memiliki seorang kekasih. Seseorang yang sudah mengenalnya sejak masih kecil.
Namun, baru kali ini aku merasakan perasaan seperti ini pada seseorang.
Terhadap mantan kekasihku pun aku tidak pernah merasakan hal seperti ini.
Biar nantinya dia yang
memutuskan. Memilih aku atau kekasihnya itu. Yang penting aku sudah berusaha
sekuat tenagaku.
***
“Kendra, tumben kamu
sendirian. Mana Ergi?” tanya Pak Angga pada Kendra.
“Ergi masih ada rapat
OSIS, Pak.”
“Oh, begitu. Kudengar
kamu dan Ergi berpacaran ya?”tanya Pak Angga lagi.
Kendra terdiam. Kalau
dia menjawab mereka berpacaran, bisa-bisa peluangnya untuk dekat dengan Pak
Angga semakin kecil.
“Iya Pak. Kita kan
deket dari kecil. Malah sekarang jadi pacaran deh. Hehehe.” Jawab Kendra
Angga termenung.
Bisakah nanti dia mendapatkan hati pujaannya .
“Padahal kalau Bapak
lihat, sifat kalian itu beda banget ya. Bapak salut kalian bisa selalu bersama
hingga saat ini.”
“Ya gitu sih Pak. Lebih
sering berantemnya kalau sama Ergi. Dia kan orangnya gak mau kalah. Eh, kok
saya jadi curhat sama Bapak. Maaf ya Pak.”
“Ah tidak apa-apa. Kan
saya memang ingin dekat dengan murid-murid saya. Kamu gak pulang? Atau menunggu Ergi?”
“Tadinya mau nunggu
Ergi Pak, tapi kayaknya dia masih lama. Jadi aku pulang sendiri.”
“Bagaimana bila Bapak
mengantar kamu pulang sekalian. Daripada kamu naik bus. “
“Tidak usah Pak. Malah
nanti saya menyusahkan Bapak.”
“Nggak papa kok.
Kebetulan saya mau ke daerah rumah kamu.”
“Loh, Bapak tahu rumah
saya?”
“Iya dong, Bapak tahu
semua daerah rumah murid-murid Bapak. Rumah kamu dan rumah Ergi bersebelahan?”
“Iya Pak. Karena itu
saya dan dia dekat sejak kami kecil.”
Angga dan Kendra tidak
menyadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka. Sepasang mata yang mengawasi
Kendra masuk ke dalam mobil Angga.
***
“Ken, kemarin kamu
diantar Pak Angga ya?”tanya Ergi.
“Iya Gi. Maaf ya aku
gak nungguin kamu.”
“Gak papa sayang.” Ucap
Ergi sambil mengecup dahi Kendra.
“Ih, kok tumben sih
manggilnya sayang-sayang. Nyium-nyium lagi.”
“Kan aku memang sayang
sama kamu Ken. Lagian kamu juga pacar aku. Nggak apa-apa dong sekali-sekali
manggil sayang. Katanya kamu pengen aku romantis.”
“Hehehehe, iya Gi.
Panggil sayang lagi dong.” Ucap Kendra sambil terkekeh.
“Eh dasar malah
kesenengan. Gak mau sering-sering ah manggil sayangnya.”
Huh, Ergi memang
menyebalkan. Aku tahu kami memang susah untuk mengucapkan rasa sayang seperti
itu.
Selalu ada rasa malu yang besar bila ingin mengungkapkan perasaanku
padanya.
“Gi, kamu kok gak cakep
kayak Pak Angga sih?”
“Enak aja. Cakepan aku
dong kalo sama Pak Angga.”
“Nggak ah. Cakepan Pak
Angga banget.”
“Awas ya Ken kalau
sampe kamu naksir Pak Angga.” Ancam Ergi.
Kendra meringis. Sudah
dua kali Ergi mengatakan seperti itu padanya. Pak Angga begitu perhatian
padanya. Berbeda sekali dengan Ergi.
**
Tidak terasa sudah
sebulan mereka lulus dari SMA Bina Indonesia. Sudah sebulan juga dia tidak
bertemu belahan jiwanya. Saatnya dia memulai perjuangannya untuk mendapatkan
cinta dari pujaannya.
**
“Selamat
malam. Benar ini nomernya Ergi?”
Ergi mengeryit. Dia
tidak mengenali nomer yang mengiriminya pesan itu.
“Benar.
Maaf ini siapa?”
Setelah lama menunggu, ponselnya
berbunyi lagi.
“Ini
Angga. Wali kelas kamu dulu.”
Ergi kebingungan. Untuk
apa Pak Angga mengiriminya pesan.
***
Sore ini Kendra pergi
dengan Sesha. Mereka janjian untuk menonton bioskop bersama-sama. Sebenarnya
mereka akan pergi bertiga dengan Ergi. Namun, Ergi akan menyusul mereka.
“Sha, sekarang Pak
Angga gak pernah deh telepon atau sms aku.”
“Memangnya dulu sering,
Ken?”
“Iya, hampir setiap
hari.”
“Kamu pernah nyoba
kirim sms dulu ke Pak Angga?”
“Pernah sih Sha, tapi
nggak dibales.”
“Ya udah lah Ken,
mungkin Pak Angga lagi sibuk. Eh itu Ergi datang.”
“Hei Sha, gimana kabar
kamu? Ternyata udah lama juga ya kita gak ketemu?” Ujar Ergi.
“Kamu sombong sih Gi.
Sok sibuk. Kamu kok sekarang tambah keren gini Gi. Mentang-mentang udah anak
kuliahan.”
“Hahaha, dari dulu sih
aku selalu keren, Sha. Iya kan sayang?” tanya Ergi pada Kendra.
“Ih, siapa yang keren.
Kerenan juga Pak Angga. Hahaha.” Tawa Kendra.
“Kamu itu, udah lulus
juga masih aja keinget sama Pak Angga.”
Kendra hanya tertawa.
Baginya Pak Angga tetap laki-laki terkeren yang pernah dia kenal. Sekarang dia
menyadari bahwa perasaanya pada Pak Angga hanya sekedar mengagumi. Tidak lebih.
Tiba-tiba ponsel Ergi
berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk.
“Hei
Ergi, lagi ngapain? Udah makan belum?”
“Hayo, pesan dari
siapa? Kamu udah mulai macem-macem sama aku ya?” Gerutu Kendra sambil menjewer
telinga Ergi.
“Aduh, sakit Ken.”
“Loh Gi, kok namanya
Pak Angga?”tanya Sesha.
Ergi pun mulai
menceritakan tentang pesan dari Pak Angga pada Kendra dan Sesha.
“Kira-kira semingguan
ini sih, Pak Angga sering banget sms aku. Dari yang nanya udah makan atau
belum, lagi apa, lagi dimana. Macem-macem deh. Dia juga gak mau aku panggil
Pak. Dia minta aku manggil dia Kakak.”
“Terus, kamu bales
terus gak Gi?”tanya Sesha.
“Ya aku bales lah Sha.
Kok Pak Angga aneh banget ya Sha.”
Kendra pun terbengong-bengong.
Kenapa Pak Angga begitu perhatian pada Ergi.
“Err, jangan-jangan Pak
Angga naksir kamu tuh Gi.”
“Eh yang bener dong
Sha. Jangan mikir aneh-aneh.”
“Ken, jangan-jangan
dulu waktu aku kira Pak Angga sering curi-curi pandang sama kamu, ternyata yang
diliatin Pak Angga itu Ergi.”
“Bener juga ya Sha. Ahh
tapi aku gak terima.” Sesal Kendra.
“Kalian itu ngomong
apaan sih. Ngebuat orang takut.” Ujar Ergi.
“Gini aja deh Gi, mulai
sekarang kamu nggak perlu bales pesan-pesan dari Pak Angga. Kecuali kalau
memang penting, baru deh kamu balas.” Ucap Sesha.
Kendra termenung. Jadi
selama ini, hanya dia yang merasa kegeeran. Semua pandangan, tatapan mata,
perhatian, sebenarnya untuk Ergi. Kendra merasa malu sekali.
“Lagi
sibuk ya Gi? Kok smsnya kakak nggak dibales?”
Kendra menatap ponsel
Ergi. Bahkan pesan dari Pak Angga untuk Ergi terasa lebih pribadi daripada
untuknya dulu.
Arghhh...
**
Akhirnya aku
mendapatkan kontrakan rumah di depan rumah Ergi. Dengan begini aku bisa
melihatnya setiap hari.
**
Kendra memarkir
sepedanya. Dia ingin menenangkan pikirannya. Dia benar-benar tidak menyangka
Pak Angga bisa bersikap seperti itu pada Ergi.
Tiba-tiba seseorang
memanggilnya.
“Kendra, kamu juga lagi
olahraga?”
Astaga, Pak Angga.
Kenapa Pak Angga ada di sini.
“Pak Angga, kok bisa
ada disini Pak?”
“Iya, sekarang kan saya
mengontrak rumah di dekat
rumah kamu Ken. Sekarang saya mengajar di SMA Mulia yang ada di dekat sini.”
Kendra ternganga. Dia
harus segera mengabarkan ini pada Sesha dan Ergi.
**
Ergi baru saja sampai di rumahnya ketika dia mendengar suara tawa dari
ruang tamunya. Dia segera memarkirkan motornya.
“Ah, itu Ergi sudah pulang.” Ucap Mama Ergi, Lia.
“Malem Ma, Pa.” Sahut Ergi.
Ketika Ergi melihat ke arah tamunya, dia kaget. Bagaimana bisa Pak Angga
ada dirumahnya?
“Pak Angga, kok Bapak bisa dirumah saya?”tanya Ergi.
Pak Angga hanya tersenyum.
“Mulai rabu kemarin, Pak Angga pindah rumah di seberang rumah kita, karena
sekarang Pak Angga mengajar di SMA Mulia.” Jelas Danu, ayah Ergi.
“Iya Gi, sekarang saya jadi tetangga kamu dan Kendra juga.” Ucap Pak Angga
sambil tersenyum.
“Oh, begitu ya Pak. Ya sudah Pak, saya permisi dulu. Aku ke kamar dulu ya
Ma, Pa.”
Sesampainya di kamar, Ergi segera menghubungi Kendra. Ergi tidak habis
pikir, dia mulai merasa takut akan sikap Pak Angga padanya.
“Halo Gi,” Sahut Kendra.
“Ken, kamu pasti gak menyangka siapa yang sedang ada di rumahku.”
“Hm, Pak Angga ya Gi? Tadi pagi aku bertemu Pak Angga ketika aku sedang
bersepeda. Dia bilang sekarang dia tinggal di depan rumah kita.”
“Kenapa kamu nggak ngasih tahu aku, Ken?”
“Tadinya aku mau secepatnya menghubungi kamu, Gi. Tapi mama memintaku untuk
membantu mama membuat kue kering. Aku jadi lupa untuk menghubungi kamu.”
“Sekarang aku harus gimana Ken?” tanya Ergi.
“Aku juga bingung Gi.”
**
Kendra mulai merasa jengah akan sikap Pak Angga. Setiap malam, Pak Angga
selalu datang ke rumah Ergi. Apabila Ergi dan Kendra pergi pun, pasti Pak Angga
bisa menemukan mereka. Belum lagi sms-sms dari Pak Angga yang semakin berani
menunjukkan perhatiannya pada Ergi.
Dia tahu Ergi hanya berusaha mempertahankan kesopanannya pada Pak Angga.
Bagaimana pun juga, dulu Pak Angga adalah gurunya.
Sebenarnya satu-satunya solusi adalah Ergi harus dapat bersikap tegas
pada Pak Angga. Sebentar lagi dia dan
Ergi akan bertunangan. Dia tidak dapat membayangkan hubungannya dengan Ergi
apabila Pak Angga selalu berusaha ada diantara mereka.
**
Siang ini Ergi janjian untuk pergi dengan Sesha. Ergi membutuhkan solusi
dari sahabatnya itu untuk menghadapi masalahnya. Dia tahu, dia tidak bisa
terus-terusan mendiamkan perilaku dari Pak Angga. Itu hanya akan menyebabkan
hubungannya dengan Kendra menjadi tidak stabil. Ergi sangat mencintai Kendra.
Setelah bertahun-tahun menjalin hubungan dengan Kendra, Ergi semakin yakin
bahwa Kendra adalah wanita yang dia inginkan menjadi pendamping hidupnya.
“Hai Gi. Tumben kamu ngajak aku makan siang. Kendra mana?”
“Kendra lagi kuliah. Begini Sha, aku membutuhkan nasihat kamu.”
“Tentang apa gi?”
Ergi segera menceritakan tentang Pak Angga. Sikap Pak Angga yang begitu
intens mendekatinya dan keluarganya. Mama dan papanya tidak menyadari motif
tersembunyi dari Pak Angga. Dia tidak mungkin menceritakan hal itu pada orang
tuanya.
“Menurut aku, kamu harus bersikap tegas pada Pak Angga. Kamu harus tanyakan
maksud Pak Angga. Kenapa dia bersikap seperti itu padamu . Kasihan Kendra, Gi.”
**
Malamnya, seperti biasa Pak Angga mengiriminya pesan.
“Malem Ergi. Kamu sudah makan
malam? Kalau belum, Kakak mau mengajak kamu ke tempat yang istimewa.”
Ergi berpikir mungkin ini kesempatannya untuk meminta Pak Angga
menjauhinya.
“Boleh Pak. Kebetulan ada
sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Bapak.”
Angga sangat terkejut dan senang Ergi menerima tawarannya untuk makan malam
bersamanya. Sepertinya impiannya akan segera terwujud.
“15 menit lagi Kakak menjemput
kamu dirumah ya. Jangan lupa dandan yang cakep ya. Hehehe.”
Ergi tidak menyangka Pak Angga begitu antusias dengan pertemuan ini.
“Tidak perlu Pak, nanti kita
langsung ketemu saja di tempat makannya. “
Hmm, Ergi masih malu-malu, pikir Angga. Tidak masalah. Yang penting malam
ini dia akan menikmati makan malam bersama pujaan hatinya.
“Oke, jam 8 di Orange Cafe ya.
Tunggu kakak di sana ya.”
Ergi menghela nafas. Dia segera memencet tombol nomer telepon Kendra.
“Halo Gi.” Sahut Kendra.
“Sayang, malam ini aku akan pergi dengan Pak Angga. Aku akan memintanya
berhenti mendekatiku. Aku tidak ingin kehadirannya mengganggu hubungan kita,
Ken.”
“Hm, terserah kamu saja Gi. Kamu hati-hati ya. Jangan sampai kena
rayuannya. Hehehe.”
“Apaan sih Ken. Bukannya ngedoain aku, kamu malah nakut-nakutin aku.”
“Hahahaha. Bercanda sayang. Aku percaya kamu kok.”
**
Malam ini Orange Cafe ramai sekali. Orange cafe merupakan cafe yang
terkenal di kota ini. Makanannya yang lezat, tempatnya yang nyaman membuat
banyak orang yang tertarik untuk datang kesana.
Ergi melihat sekeliling. Mencari-cari sosok Pak Angga. Dilihatnya Pak Angga
duduk di bagian samping cafe itu. Ergi pun segera menghampirinya.
“Hei Gi, kamu mau pesan apa?”
“Apa saja Pak.”
“Kan kakak sudah bilang, jangan panggil aku Bapak lagi.” Ucap Angga sambil
mengelus tangan Ergi.
Ergi segera menurunkan tangannya dari meja. Dipandanginya wajah Pak Angga.
Benar kata Kendra. Pak Angga merupakan orang yang tampan. Wajahnya putih
bersih. Belum lagi badannya yang tinggi dan atletis. Pantas saja dulu Kendra
sempat sangat mengagumi Pak Angga hingga membuatnya cemburu.
Ergi tidak habis pikir, laki-laki seperti Pak Angga bisa tidak menyukai
wanita. Ergi yakin pasti banyak wanita yang menyukai Pak Angga.
“Kenapa Gi, wajah saya ada yang
aneh?” tanya Angga.
“Ah tidak Pak.” Sahut Ergi.
“Suasana di sini romantis ya Gi.
Sangat cocok untuk pasangan yang sedang jatuh cinta. Seperti kita.”
Ergi melongo mendengar perkataan Angga.
“Sebenarnya saya datang ke sini karena ingin menanyakan sesuatu Pak.”
“Kalau kamu masih memanggil saya Pak, saya tidak mau menjawab pertanyaan
kamu.” Ucap Angga sambil tersenyum.
Ergi menghela napasnya.
“Begini Pak, eh Kak. Kenapa Kakak bersikap seperti ini pada saya? Kakak
pindah rumah di depan rumah saya. Sering mengirimin pesan-pesan yang bersifat
pribadi pada saya?” tanya Ergi.
“Karena saya mencintai kamu Gi.”
“Err, tapi saya dan Bapak sama-sama lelaki. Bagaimana bisa Bapak menyukai
sesama jenis?”
“Sejak pertama kali saya melihat kamu, saya tidak bisa melupakan kamu.
Sejak dulu saya sering diam-diam memperhatikan kamu. Saya mencoba mendekati
Kendra agar saya juga bisa dekat dengan kamu. Tapi selama kamu menjadi murid
saya, saya tidak bisa terang-terangan dalam mendekati kamu. Setelah kamu lulus,
saya baru bisa menunjukkan perasaan saya pada kamu. Saat ini merupakan
saat-saat yang paling saya tunggu dalam hidup saya Gi. Akhirnya saya bisa
mendapatkan kamu.”Sahut Angga
“Saya sangat mencintai Kendra. Sejak kecil hingga sekarang, perasaan saya tidak
pernah berubah. Impian saya adalah saya bisa menjadi suami yang baik bagi
Kendra. Sikap Bapak yang seperti itu pada saya, hanya mengganggu hubungan saya
denga Kendra. Secepatnya setelah saya lulus kuliah, saya akan menikahi Kendra.
Saya mohon Bapak tidak mengganggu hubungan saya dengan Kendra lagi. Saya minta
maaf tidak bisa membalas perasaan Bapak. Saya datang kesini untuk memberitahu
Bapak akan hal itu. Saya harap Bapak secepatnya pindah dari rumah di depan
rumah saya. Saya permisi dulu Pak. Sudah tidak ada lagi yang perlu saya
bicarakan.” Ucap Ergi.
“Tunggu Gi, pasti kamu salah. Kamu adalah orang yang ditakdirkan untuk saya
Gi.” Kata Angga sambil memegang tangan Ergi.
“Maafkan saya Pak. Saya menghormati Bapak karena Bapak dulu adalah guru
saya. Tolong jangan buat saya kehilangan rasa hormat saya pada Bapak. Saya
berharap Bapak bisa segera mendapatkan seseorang yang mencintai dan Bapak
cintai melebihi saya. Saya permisi dulu.”
Angga hanya bisa terdiam melihat kepergian Ergi. Hatinya sakit serasa
teriris-iris pisau yang sangat tajam. Sebenarnya dia sadar bahwa kemungkinannya
untuk mendapatkan hati Ergi memang
sangat kecil. Dia tahu bagaimana perasaan Ergi pada Kendra. Begitu pula
sebaiknya. Kendra merupakan gadis yang sangat baik. Sepertinya memang dia harus
menghentikan segala usahanya untuk mendapatkan Ergi.
**
Keesokan harinya, Kendra sedang merasakan dilema yang besar. Angga mengajaknya untuk makan siang
bersamanya. Sebenarnya dia sedikit merasakan ketakutan. Namun, dia juga
penasaran mengenai hal yang akan dibicarakan Angga.
Kendra segera turun dari mobilnya. Dia bergegas memasuki restoran cepat
saji tempat dimana dia akan mengadakan pertemuan dengan Angga. Dilihatnya Angga
sudah lebih dahulu tiba. Kendra segera menghampirinya.
“Selamat siang Pak. Maaf saya terlambat. Bapak sudah menunggu dari
tadi?”tanya Kendra.
“Ah, tidak Ken. Saya juga baru saja tiba.”
“Ada hal apa yang ingin Bapak bicarakan dengan saya?” tanya Niken lugas.
Angga menarik napasnya. Sebenarnya dia sangat berat untuk mengambil keputusan
ini.
“Saya mau minta maaf sama kamu, Ken. Selama ini saya sangat mengganggu kamu
dan Ergi. Semalam Ergi meminta saya untuk menjauhi kehidupannya. Saya berpikir
semalaman dan saya memutuskan untuk memenuhi permintaannya. Saya yakin dia akan
lebih bahagia bersama kamu. Terus terang saya mencintai Ergi, Ken. Namun, saya
rela untuk melepaskan Ergi untuk bersama kamu.”
Kendra terdiam. Dia bingung harus mengatakan apa pada Pak Angga. Pak Angga
yang dikenalnya sangat terasa sangat berbeda dengan Pak Angga yang ada di
depannya, yang secara lugas menyatakan cinta pada Ergi.
“Bapak tidak perlu meminta maaf pada saya. Menurut saya Bapak tidak salah
bila berusaha mengejar cinta yang Bapak miliki. Saya hanya bisa berharap Bapak
bisa segera menemukan seseorang yang mencintai dan Bapak cintai dengan setulus
hati.” Ucap Kendra.
“Terima kasih, Ken. Saya berharap hal yang kemarin terjadi tidak membuat
kamu merasa canggung dengan saya. Oh iya, kemarin Ergi mengatakan pada saya,
bahwa setelah kalian lulus kuliah, kalian akan segera menikah. Jangan lupa
untuk mengirimi undangan pada saya ya. Saya pasti akan datang di pernikahan
kalian.” Sahut Angga.
“Iya Pak. Saya pasti akan mengirimkan undangan pernikahan saya dengan
Ergi.”
**
TIGA TAHUN KEMUDIAN...
Akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana aku menjadi istri sah Ergi.
Menjadi seorang pengantin ternyata sangat melelahkan. Sebelum subuh tadi aku
sudah harus dirias sesuai dengan adat daerahku karena akad nikahku dilaksanakan
pada jam 8 pagi tadi. Baru sebentar beristirahat, aku sudah harus dirias lagi
untuk acara resepsi di malam hari. Sahabat-sahabatku sudah berkumpul di rumahku
dari kemarin. Pikiranku melayang pada waktu aku masih bersekolah di SMA Bina
Indonesia. Saat-saat ketika pertama kali bertemu dengan Pak Angga. Sampai
sekarang aku masih sering merasa geli karena sikapku dulu yang kegeeran pada
Pak Angga. Sungguh tidak menyangka bahwa yang disukai oleh Pak Angga adalah
Ergi, bukan aku.
Tadi Pak Angga datang ke resepsiku bersama seorang laki-laki
yang tidak kalah tampan darinya. Orang tuaku dan orangtua Ergi menyalami Pak
Angga. Pak Angga mengenalkan lelaki yang datang bersama dengannya sebagai
sepupunya. Aku dan Ergi berpandangan. Kami tahu lelaki itu bukanlah sepupu Pak
Angga. Caranya menatap Pak Angga dengan penuh cinta dapat mencerminkan hatinya.
Mami dan mama Ergi terlihat bersemangat ketika bersalaman dengan Pak Angga. Pak
Angga memang seorang laki-laki yang sangat mudah menarik perhatian wanita dari
segala umur. Bahkan keponakanku yang masih berumur delapan tahun terlihat
malu-malu ketika menyalami Pak Angga.
Aku senang Pak Angga sudah menemukan seseorang yang mencintainya.
Kupandangi wajah Ergi yang sekarang sudah menjadi suamiku. Aku bersyukur sekali
bisa menikah dengan sahabat terbaikku. Kuharap rumah tanggaku dengan Ergi bisa
berjalan dengan lancar. Bersama Ergi, aku yakin bisa menghadapi apapun yang
akan terjadi di masa depan. Itu semua karena aku mencintainya.
TAMAT