Senin, 08 Juli 2013

DIANTARA DUA



Pagi ini lagi-lagi aku sukses membuat mama memarahiku. Hampir setiap hari aku susah bangun pagi. “Nggak kamu, nggak Livi, susah banget sih buat bangun. Kalau terlambat ke sekolah kan kalian sendiri yang susah.”omel mama kepadaku dan Livi, adikku. Mamaku adalah salah satu single parent yang sukses dalam membesarkan anak-anaknya. Ketika aku kecil, kedua orang tuaku berpisah. Sejak saat itu, hubunganku dengan mama menjadi sangat dekat daripada sebelumnya. Sesibuk-sibuknya mama, mama selalu berusaha untuk ada bagi anak-anaknya. Setiap hari mama selalu berusaha tahu semua kegiatanku dan Livi. Bagiku, mama adalah mama terbaik yang ada di dunia ini.

Mama selalu tahu siapa saja teman-temanku. Begitu pun dengan seseorang yang saat ini sedang dekat denganku, Aria.

“Pulang sekolah nanti kamu jadi ke toko buku sama Aria, Zie?”Tanya mama. “Jadi ma, nanti sekalian Aria mau ngajarin aku buat persiapan UN.”Sahutku. Saat ini aku duduk di kelas 3 SMA. Dalam hitungan bulan, aku akan mengikuti ujian nasional.

Aria adalah seorang laki-laki yang kukenal melalui temanku. Sekolahnya berdekatan dengan sekolahku. Kami berdua sama-sama sedang disibukkan dengan segala hal yang berhubungan dengan kelulusan. Dia bersekolah di SMK teknik terbaik di kotaku.

“Ya sudah kalau begitu. Hati-hati di jalan ya sayang.”Ucap mama. Aku pun bergegas untuk berangkat ke sekolah.

***
Setiap saat ketika pulang sekolah selalu menjadi saat-saat yang paling mendebarkan bagiku. Itu semua karena aku akan bertemu dengan Aria. Mengingatnya selalu membuat hatiku hangat. Dia adalah laki-laki pertama yang masuk ke dalam hatiku. Hingga aku kelas 3 SMA, baru kali ini aku berpacaran.

“Zie, kenapa sih kamu belum pacaran? tanya Devi, sahabatku.”Hehe, masih males aja Vi, ngebosenin.”sahutku sambil tertawa. “Haduh kamu itu, emangnya yang kamu suka itu yang kayak gimana?’’tanyanya lagi. “Mmm, gimana ya. Aku pengen punya pacar yang bisa dewasa kalau aku lagi kekanak-kanakan, tapi juga bisa manja sama aku kalo aku lagi dewasa. Yang paling penting, pinter main gitar, jadi dia bisa ngegitar sambil nyanyiin lagu buat aku, hahahaha”. Ucapku. 

Semua kriteria tersebut sangat sesuai dengan Aria.

****
Hari ini adalah hari kelulusanku. Pagi-pagi aku sudah menerima surat yang menyatakan kelulusanku. Sayangnya hari ini mama sedang berada di luar kota. Namun demikian mama sudah kukabari menengenai kelulusanku. 

Saat ini aku sedang berada di sekolah untuk mengurus segala macam hal. Termasuk acara corat coret seragam bersama sahabat-sahabatku. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, menandakan ada sms masuk. 

“Pagi Zie, kamu masih di sekolah ya? Doain aku, sebentar lagi aku mau ujian biar aku bisa masuk ke perusahaan otomotif itu. Hari ini aku mau ngelamar kerja, biar bisa secepatnya ngelamar kamu ya. Hehehe.”

Hatiku bergetar. Aku seorang gadis yang baru saja lulus SMA, dan baru saja ada seseorang yang menyatakan akan melamarku secepatnya. Aku memang memiliki impian untuk hanya berpacaran satu kali dan secepatnya menikah. Hal itu yang membuatku selalu setia padanya. Hingga bertahun-tahun kemudian.

Malamnya, mama sampai di rumah. “Gimana mbak? kok kayaknya lagi seneng banget. Ada yang belum diceritain ke mama ya?’tanya mama.

Aku pun segera menceritakan tentang sms Aria kepada mama. “Menurut mama, Aria baik nggak?”

“Ya baiklah. Kalau nggak baik, nggak mama bolehin buat pacaran sama kamu. Tadi pagi Aria sms mama, dia cerita kalau dia lagi ikut ujian buat masuk ke perusahaan itu.” kata mama.

Aria memang sering berhubungan dengan mama karena dari awal aku selalu menekankan padanya bahwa aku ingin kekasihku menyayangi mama seperti orang tuanya sendiri. Restu mama adalah segalanya bagiku.

***
Saat ini Aria sudah bekerja di suatu perusahaan otomotif di Bekasi. Namun setiap bulan dia selalu menyempatkan diri untuk pulang ke kota ini, untuk bertemu keluarganya, dan bertemu aku.

Jumat kemarin Aria pulang ke Semarang. Malam ini dia akan kembali ke Bekasi. Aku selalu menyempatkan waktu untuk mengantar Aria ke stasiun. Seperti malam ini. Mama ikut mengantar Aria. Ternyata disana kami bertemu dengan keluarga Aria. Aku sudah bertemu dengan seluruh keluarga ketika Aria akan berangkat ke Bekasi. Namun, ini merupakan pertemuan pertama kali bagi mama. Aku sudah meminta Aria untuk menceritakan tentang kondisi keluargaku pada orang tuanya. Tentang mamaku yang seorang single parent.

Ibu Aria mulai mengajak mama untuk mengobrol. Kuakui memang Ibu Aria adalah seseorang yang ceplas-ceplos dalam berbicara. Mama dan ibu mulai membicarakan tentang calon suami Mbak Ani, kakak Aria, yang saat ini sedang berada di Timur tengah.

“Kalau di Arab, janda itu gak laku Bu,”Ujar Ibu Aria. Aku pun kaget mendengarnya. Harusnya ibu sudah mengetahui bahwa mamaku adalah seorang single parent, seorang janda. Kenapa Ibu tega berbicara seperti itu pada mama. Mama pun hanya tersenyum mendengarnya.

***

Hari ini Aria memintaku untuk mengunjunginya. Aku pun menolaknya. Aku memang tidak diperbolehkan mama untuk pergi keluar kota hanya bersama laki-laki.
Namun ternyata, dia menghubungi mama secara langsung. Dia memintaku dan mama untuk datang ke Bekasi. Mama pun mengiyakannya. Memang selama beberapa lama menjalin hubungan dengan Aria, mama sudah menganggap Aria seperti anaknya sendiri.

***

Untuk menuju ke Bekasi, aku dan mama memanfaatkan kereta. Aku kagum sekali pada mama. Mama menyempatkan diri untuk menemaniku bertemu dengan Aria.

Sesampainya di Bekasi, kami akan dijemput oleh Saif, teman sekamar Aria. Kebetulan dia baru saja pulang dari kantornya sehingga dia bisa menjemputku sekaligus mengantarku ke penginapan di dekat tempat kos mereka.

Sepanjang perjalanan, mama bisa mengobrol secara akrab dengan Saif. Mama memang orang yang mudah akrab dengan siapapun. Sedikit berbeda denganku. Saif pun merupakan orang yang santai dan bisa dengan mudah akrab dengan mama.

Saif dan Aria memang memiliki jadwal shift yang berbeda. Aria seringkali masuk sift pagi. Sedangkan Saif seringkali masuk shift tengah malam.
Sehingga selama disana, Saif lah yang lebih sering menemani mama dan aku, terutama untuk sarapan dan makan siang. Apabila malam pun, kami selalu pergi berempat bersama Aria.

***
Sepulangnya dari Bekasi, ternyata mama mengenalkan Saif dengan Livi. Aku pun tidak ada masalah tentang hal itu. Menurutku Saif adalah orang yang baik. Bahkan mama pun mulai menganggap Saif sebagai anaknya. Saif mengatakan pada mama, dia ingin datang kerumah apabila dia sedang pulang ke Semarang. Memang banyak dari teman-temanku dan Livi yang sangat dekat dengan mama. Baik itu teman laki-laki, maupun teman perempuan. Mama selalu menganggap teman-temanku dan teman-teman Livi sebagai anaknya sendiri. Mereka pun sepertinya menganggap mama seperti orang tua angkatnya. Mereka bisa dengan terbuka untuk bercerita pada mama mengenai masalah-masalahnya. Semua teman-temanku pun dekat dengan Livi. Demikian pun teman-teman Livi.
Namun ternyata, tidak demikian dengan Aria.

Hari ini Aria sedang menelponku. Setiap hari ketika jam istirahat, dia memang selalu menelponku. “Mama sama Livi lagi apa sayang?” tanyanya. “Ini yang, mama lagi smsan sama mas Saif. Mama kan ngenalin Mas Saif sama Livi.” Ucapku.

“Maksudnya apa??Ngapain mama ngenalin Saif sama Livi?? Tanya Aria penuh kemarahan.
“Loh ya nggak papa. Kan temen-temenku itu memang semua kenal sama Livi. Mama nggak ada maksud apa-apa kok.” Ujarku.
“Denger ya Zie, aku nggak mau dan nggak seneng temenku berhubungan dekat sama keluarganya pacarku. Kamu inget itu!” Serunya. Aria mematikan teleponnya. 

Aku pun heran dengan sikapnya. Aku tidak menyangka dia akan bersikap seperti itu. Hatiku merasa sesak. Baru kali ini Aria bersikap seperti itu padaku.

Aku kebingungan harus bersikap seperti apa. Mama mengenalkan Livi pada Saif bukan karena ingin menjodohkan atau karena apapun seperti yang dipikirkan Aria.
Aku pun segera menceritakan soal itu pada mama. “Yaudah mbak, nanti biar mama telepon Aria. Mama yang akan menjelaskan pada Aria. Kamu tenang ya sayang.” Ujar mama.

***
Keesokan harinya Aria menghubungiku. Sepertinya dia sudah mulai mengontrol emosinya. Semalam mama sudah menghubunginya. Namun memang aku tidak mengetahui apa yang mama dan Aria bicarakan. Setiap aku menanyakannya pada mama, mama selalu mengelak.

“Pokoknya kemarin yang terakhir ya Zie. Jangan lagi-lagi mama sama Livi ada hubungan apa-apa sama Saif, atau temanku yang lainnya.” Ucap Aria.

Aku menghela napas. Menurutku, dia tidak berhak membatasi mama dan Livi seperti itu. Namun, mama bilang kepadaku untuk mengalah pada Aria.

***
Hubunganku dengan Aria pun sudah membaik. Aku tidak pernah membahas masalah Saif padanya. Namun tidak dapat kupungkiri, sikap mama mulai berubah terhadap Aria.

Mama mulai sering jarang berkomunikasi dengan Aria. Bila Aria datang pun, mama terlihat mulai malas untuk menemuinya.
Aku pernah menanyakannya pada mama. Namun mama selalu berkata tidak ada apa-apa. Mama hanya sedang capai jadi mama lebih memilih beristirahat di kamar.

***
Saat ini aku sudah mulai memasuki dunia kuliah dan aku bekerja paruh waktu untuk mulai belajar mencari uang sendiri.
Untungnya hal tersebut tidak terlalu berpengaruh bagi hubunganku dengan Aria.

Mungkin karena kami menjalani hubungan long distance, dia mulai over protective padaku.
Apalagi saat ini aku memiliki teman-teman baru dari kampus. Dia mulai sering melarangku untuk pergi bersama teman-temanku. Hampir setiap malam kami bertengkar. Selalu saja karena hal-hal sepele. Mama mulai melihat aku sering uring-uringan. Aku memang tidak bisa menyembunyikan sesuatu dari mama. Mama sering mendengarku bertengkar denga Aria.

Puncaknya malam ini, mama memergokiku sedang bertengkar dengan Aria.

Keesokan harinya mama menanyaiku tentang hubunganku dengan Aria, mengapa akhir-akhir ini kami sering bertengkar. Aku tidak mungkin menceritakan semuanya pada mama, karena aku tidak ingin mama memiliki pandangan yang negatif pada Aria.

Livi pernah bercerita padaku, mama mulai sering membicarakan tentang hubunganku dengan Aria. Mama tidak suka melihat anaknya sering menangis karena laki-laki. Aku menyadari bahwa aku harus membicarakan masalah Aria pada mama.

***

“Ma, lagi sibuk nggak?”tanyaku pada mama. “Nggak mbak, kenapa?”Jawab mama.
“Mmm, mama akhir-akhir ini kayaknya agak beda ya ma sama Aria. Kenapa ma?”
“Hmm, ya mama agak nggak suka aja sih mbak sikapnya Aria ke kamu. Kamu belum nikah sama dia aja, dia udah ngelarang-ngelarang kamu. Mau pergi sama mama aja pasti dia agak ngelarang.” Ujar mama.

Aku menghela napas.
“Mama masih setuju aku sama Aria? Kalau memang mama udah nggak setuju, aku ikhlas buat ngelepas dia ma.” Walaupun pasti hatiku hancur ma, sambungku dalam hati.
“Mama nggak akan ngelarang kamu, mbak. Kamu sudah besar. Sudah bisa mengambil keputusan sendiri, apa yang terbaik untuk kamu.” Sahut mama.

***
Kontrak Aria dengan perusahaannya akan berakhir. Rencananya, dia akan kembali ke Semarang dan mendaftar di perguruan tinggi. Dia telah mendaftar di kampus tempat aku berkuliah. Dia pun dapat diterima karena mendapatkan nilai tes yang tinggi.

Suatu ketika, dia mendengar ada pendaftaran penerimaan pegawai negeri di departemen keuangan, dimana setiap orang yang diterima akan disekolahkan terlebih dahulu.
Ketika dia meminta pertimbangan dari mama, mama pun mendukungnya untuk mencoba. Kebetulan masa kuliah belum dimulai. Jadi bila dia tidak lolos pun, dia masih bisa berkuliah di kampusku.

Untuk dapat lolos dari penerimaan pegawai negeri tersebut, dia harus melalui berbagai tes yang sulit. Kuakui, Aria merupakan orang yang cerdas dan beruntung. Seleksi demi seleksi dapat dia lalui dengan baik.

Hari ini adalah ulang tahunku. Tepat pada hari ini, Aria akan melakukan seleksi olahraga di stadion terbesar di Semarang. Aku pun datang untuk mendukungnya.Aria dapat menyelesaikan seleksi tersebut dengan baik. Ketika dia mengantarku pulang, dia memberikanku sepucuk surat.
                                                                                               

Semarang, 15 Juni

Untuk Zie, tersayang
Sayangku, selamat ulang tahun ya. Maafkan aku, aku belum bisa memberikan kado apapun untuk kamu. Namun aku berjanji, aku akan memberikan kado terbaik. Aku akan lolos semua seleksi ini sehingga secepatnya aku bisa menjemput kamu.

Dari seseorang yang sangat mencintai kamu,

Aria

***
Mataku berkaca-kaca membaca surat dari Aria tersebut. Aku pun selalu mempunyai impian untuk menikah dengan dia. Tidak dapat kubayangkan bila dia tidak bersamaku. Dia adalah udara bagiku. Penyejuk hatiku. Aku tidak akan bisa bernapas tanpa udaraku.

***

Akhirnya Aria benar-benar diterima sebagai calon pegawai negeri di departemen keuangan tersebut. Namun, selama satu tahun, dia harus bersekolah terlebih dahulu di Malang. Lagi-lagi aku harus menjalani hubungan jarak jauh dengannya.

***
1 tahun kemudian

Aria telah lulus dari sekolah tersebut. Dia mendapatkan penempatan di Banjarmasin. Hubunganku dengannya pun berjalan seperti biasa. Mama juga sudah tidak pernah membahas persoalan Aria. Walaupun demikian, aku tahu, mama diam karena mama tidak mau menyakiti hatiku dengan tidak mendukung hubunganku dengan Aria.

Semakin lama aku menjalin hubungan dengan Aria, impianku semakin terasa nyata. Namun, masih ada satu hal yang mengganjal pikiranku. Aku harus bisa membuat mama menerima Aria lagi secara tulus.

***

Akhir-akhir ini mama mulai sering berkomunikasi dengan Aria lagi. Harapanku mama sudah bisa memaafkan semua yang pernah dilakukan Aria dan bisa merestui hubunganku dengan Aria hingga ke pernikahan.

Namun hari ini, Livi menceritakan kepadaku masalah beberapa tahun yang lalu. Antara mama, Aria, dan Saif.

“Jadi gitu mbak, waktu mama minta maaf sama mas Aria, mas Aria malah marah-marah sama mama. Mas Aria ngebentak-bentak mama. Mas Aria bilang nggak terima sama sikapnya mama yang deket sama mas Saif dan memperkenalkan aku sama mas Saif. Mama juga sebenernya agak nggak sreg sama ibunya mas Aria mbak, gara-gara waktu di stasiun itu ibunya mas Aria ngebahas soal janda.” Ujar Livi.

Hatiku hancur, harapanku hancur. Itu semua alasan mama menjauh dari Aria. Orang yang sangat aku cintai, bisa-bisanya membentak mamaku, orang yang paling berharga dalam hidupku.

“Kenapa kamu baru sekarang cerita sama aku, Liv?” Isakku. “Sebenarnya mama ngelarang aku buat cerita sama mbak, tapi menurutku, mbak harus tahu soal ini, mbak harus tahu bagaimana sikapnya mas Aria ke mama.”

Aku pun segera menghampiri mama di kamarnya. Sambil menangis aku memeluk mama. “Maafin Zie, ma. Zie nggak tau kalo Aria ngebentak mama waktu itu. Padahal mama punya inisiatif buat minta maaf sama dia.”
“Zie, mama nggak mau menjadi orang tua yang menyebabkan hati anaknya hancur karena diharuskan memilih melepas orang yang dicintainya. Jujur karena soal itu, mama mulai nggak respek sama Aria. Terlebih lagi dia sering melarang kamu untuk hal-hal kecil. Kalau kamu mau melepaskan Aria. Itu harus dari diri kamu sendiri, Zie. Bukan dari mama.” Ujar mama.

“Ma, aku sayang banget sama mama. Aku nggak bisa kalau ada orang yang menyakiti hatinya mama, apalagi ngebentak mama.”
“Ya coba kamu selesaikan dengan Aria. Ambil keputusan yang terbaik untuk kamu. Bukan untuk mama.” Ujar mama.

Setelah aku selesai berbicara dengan mama. Aku menenangkan diri di kamarku. 

Sanggupkah aku untuk melepas Aria. Untuk hidup tanpa dia. Melihat suatu saat nanti dia bersama orang lain. Melepas impianku untuk memiliki keluarga dengan dia. Impianku selama hampir empat tahun ini.

Namun di sisi lain, restu dari mama adalah segala-galanya bagiku. Aku tidak ingin mama menerima calon suamiku kelak hanya demi aku. Aku ingin mama benar-benar menyetujui pilihanku.

Aku pun segera mengambil keputusan. Besok sore Aria akan datang ke rumahku. Pada saat itu aku akan berbicara padanya tentang keputusanku. 

Mungkin besok adalah pertemuanku yang terakhir dengan Aria. Aku sangat mencintai Aria, tetapi aku lebih mencintai mamaku.

Mungkin suatu saat nanti aku akan bertemu dengan seseorang yang lebih mencintaiku daripada dia, dan lebih bisa menyayangi dan menghormati mama.

Mungkin Aria adalah udaraku. Namun mama adalah segalanya untukku.

-THE END-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar