BAB III
Surat Cinta? Hmm..
Yak, dan malam ini aku
benar-benar harus memeras otakku.
Semenjak dua jam yang lalu aku masih belum menuliskan apa-apa di kertas.
Seumur-umur aku belum pernah membuat surat cinta untuk siapa pun. Apalagi ini
untuk dia. Aku berusaha mencari kata-kata yang indah, tapi tidak norak dan berlebihan.
Kuambil
handphoneku, kutekan speed dial 2. Setelah nada sambung ketiga, terdengar suara
dari seberang telepon.
“Riooooo,kamu udah mau tidur ya?”
“Bukan udah mau tidur, Ve, tapi udah tidur. Kenapa telepon malem-malem?”
“Hehehe, sori Yo, aku bingung soalnya mau nanya ke siapa. Makanya telepon
kamu.”
“Hadeh, iya tau kok, siapa lagi yang mau kamu gangguin malem-malem gini
kalo bukan aku.”
“Makanya itu Rio yang paling cakep, paling baik, bantuin aku buat surat
cinta dong.”
“Heh, buat apaan? Emangnya aku keliatan kayak orang yang suka nulis
surat cinta ya?”
“Ya nggak sih Yo, kasih masukan aja, aku harus nulis model apaan biar
gak keliatan norak kalo dibaca sama cowok. Tugas mos nih. Nyebelin hari terakhir
malah tugasnya aneh-aneh aja.”
“Ooh, tulis lirik lagu aja Ve, biar gampang.”
“Eh iya ya Yo, aduuh kamu tuh emang yang paling super deh, tapi lagu yang
apa Yo?”
“Cari sendiri aja Ve, aku udah super ngantuk nih. Kamu juga jangan
tidur kemaleman Ve.”
“Hehehehe, iya Rio sayang, selamat tidur ya, mimpi indah, maaf udah
gangguin kamu tidur. Makasih ya Yo.”
Rio
memang yang paling bisa aku andalkan. Oke, sekarang tinggal mencari lagu yang
kira-kira cocok. Ku ambil majalah sekolahku, barangkali aku bisa menemukan
inspirasi di situ. Di halaman paling belakang, aku menemukan lirik sebuah lagu
cinta. Sepertinya lirik itu bisa kutulis dalam tugas surat cinta ini.
***
Ah, pasti Ve mau
mengirimkan surat cintanya untuk mas Titto. Tidak kupungkiri perasaanku sedikit
tersayat mendengar kabar itu. Entah sejak kapan aku menyayangi Ve melebihi
sahabat. Namun aku tahu bagaimana perasaannya pada mas Titto. Tidak mungkin tiba-tiba
mengungkapkan perasaanku padanya. Apalagi sekarang dia bersekolah di sekolah
yang sama dengan mas Titto. Aku mengenal mas Titto sejak aku kecil. Seringkali
dia melihat aku bersama Ve. Mungkin itu yang membuat dia berpikiran bila aku
dan Ve berpacaran.
Ku tatap
tumpukan kertas di meja belajarku. Semenjak aku mulai memahami perasaanku untuk
Ve, aku mulai menuliskan surat untuknya. Semua hal yang tidak bisa aku
ungkapkan secara langsung padanya. Namun semua surat-surat itu hanya akan
selalu berada di kamarku. Aku tidak mau
persahabatanku dengan Ve rusak bila aku mengungkapkan semua rasaku padanya. Satu-satu
hal yang bisa aku lakukan hanyalah selalu berada di sisinya. Walaupun mungkin
aku akan merasakan sakit karena sikap pengecutku ini.
***
“Ve, mana liat suratmu. Jadinya
kamu nulis buat siapa?” Tanya Viona.
Aku tersenyum
simpul. Aku masih tidak yakin akan mengumpulkan surat itu. Bagaimana bila Mas
Titto menganggap itu serius dan memberikan jawaban padaku? Tenang Ve, dia pasti
hanya akan menganggap itu hanyalah tugas semata.
“Untuk Kak Steve dong. Kamu nulis
untuk siapa Na?” tanyaku. Aku tidak mengerti kenapa aku memilih berbohong pada
Viona. Ya sudah lah. Surat itu tidak akan dibaca di depan umum kan.
“Aku nulis untuk kak Tera,
hehehe. Ya siapa tahu dia bakal bales suratku.” Ujar Viona.
“Hu, dasar ngarep nih.” Aku tertawa
melihat sikap Viona.
“Selamat pagi semuanya. Udah pada
siap surat cintanya? Jangan lupa di amplopnya ditulis nama senior yang mau
kalian kasih suratnya, ya. Foto kalian juga jangan ketinggalan, barangkali
senior yang kalian berikan surat itu ingin berkenalan langsung dengan kalian.”
Kak Mina bertanya sembari tersenyum.
“Kak, tapi suratnya nggak akan
dibaca di depan umum kan?” Tanya Reina, ketua kelompokku.
“Tenang aja, nggak kok. Nanti
surat-surat itu akan langsung kita kasihkan ke masing-masing penerimanya. Ayo
sekarang maju satu-satu, suratnya dikumpulin di kotak ini.” Kak Mina
menggoyang-goyangkan kotak yang ia bawa.
Kupandangi
suratku. Aku belum menuliskan nama penerima di amplop ini. Cepat-cepat
kutuliskan nama ketika Viona sedang maju mengumpulkan suratnya. Aku pun maju
perlahan. Segera kumasukkan suratku pada kotak itu.
Walaupun ini hanya sekedar tugas, namun rasanya
benar-benar seperti mengirim surat sungguhan untuk dia. Semoga dia tidak
menganggap ini serius. Bisa mati kutu aku bila dia membahas surat itu di
depanku.
***
DI ruang OSIS
“Semua suratnya udah dibagi ya.
Jadi yang dapet paling banyak, Steve dapet 56 surat, Tera dapet 49 surat, Titto
dapet 45. Jangan lupa dibaca satu-satu. Mungkin aja nanti ada yang bisa jadi
pasangan gara-gara surat cinta ini. Hahaha.” ujar Meisya sembari tertawa pelan.
Aku mendengus. Empat
puluh lima surat harus aku baca satu persatu? Seperti aku masih ada kelebihan
waktu saja. Tapi sepertinya aku harus menghargai mereka yang sudah bersusah
payah menulis untukku. Aku pun segera meninggalkan ruang OSIS. Aku menuju ke
parkiran motor untuk mengambil motor kesayanganku.
Di gerbang
sekolah, kulihat Ve sedang duduk bertopang dagu. Sepertinya dia masih menunggu
jemputan. Ketika aku baru akan menghampirinya, kulihat jeep hitam menepi. Ve pun
segera masuk ke dalam mobil. Lagi-lagi Ve dijemput oleh Rio.
Semenjak dulu
aku mengetahui bahwa Rio adalah sahabat Ve. Namun, sikap mereka berdua lebih
seperti sepasang kekasih daripada sepasang sahabat. Kuakui aku memang memiliki
ketertarikan lebih pada Verisya. Ketika kulihat dia menjadi yuniorku, ada
bagian dari hatiku yang merasa sedikit gembira. Melihatnya setiap hari, dengan
rambut kucir duanya, membuat hari-hariku semakin lebih bersemangat. Seringkali
aku sengaja masuk ke kelasnya hanya untuk melihatnya. Aku pun penasaran siapa
penerima surat darinya.
Sesampainya di
rumah, aku segera membuka surat-surat itu. Sepertinya akan memakan waktu yang
cukup lama. Sebagian dari mereka hanya menuliskan kalimat-kalimat pendek
seperti, I love You, Kak, dan sebagainya. Beberapa dari mereka memberikan
foto-foto yang kuakui lumayan cantik. Namun entah kenapa aku tidak merasa
tertarik. Sepucuk surat dengan amplop biru menarik perhatianku. Aku menggeleng-gelengkan
kepala sembari tersenyum. Aku tidak habis pikir, anak SMA masih menggunakan
amplop bergambar Mickey Mouse.
Aku tak bisa luluhkan hatimu
Dan aku tak bisa
menyentuh cintamu
Seiring jejak kakiku
bergetar
Aku tlah terpaku oleh
cintamu
Menelusup hariku
dengan harapan
Namun kau masih
terdiam membisu
Sepenuhnya aku..ingin
memelukmu
Mendekap penuh harapan
tuk mencintaimu
Setulusnya aku ..akan
terus menunggu
Menanti sebuah jwaban
tuk memilikimu
Semoga kau tau isi
hatiku
Padi-Menanti Sebuah Jawaban
Maaf Kak, aku cuma bisa nulis dari lirik lagu, tapi lirik
lagu itu benar-benar sesuai sama yang aku rasain ke Kakak.
With Love,
Verisya
Aku
terpaku menatap barisan kata itu. Verisya, menulis surat untukku. Ve menulis
surat ini benar-benar sesuai dengan perasaannya, seperti yang dia tulis, atau
hanya untuk tugas saja? Aku menghela nafas panjang. Ku ambil foto dari dalam
amplop, dia terlihat sangat cantik di foto itu, terlihat begitu ceria.
BAB II
BAB II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar