Hampir setiap
pagi Riani dimulai oleh mimpi buruk itu lagi. Dia menyeka keringat dari dahinya.
Walaupun sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu, tapi mimpi itu masih terasa
sangat nyata.
Riani melirik
jam bekernya, waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Dia segera turun dari
tempat tidur dan menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Perasaannya
menjadi jauh lebih baik apabila sudah melaksanakan kewajibannya.
Selesai mandi ia
melihat eyang putri sudah sibuk di dapur. Eyang putrinya memang menjadi
pengganti orangtuanya. Beliau selalu berusaha memberikan apapun yang Riani
butuhkan. Ingatan sikapnya bertahun-tahun yang lalu membuatnya menghela nafas.
Dulu dia sempat menjadi cucu yang sangat nakal dan kurang ajar pada eyang
tersayangnya. Riana
teringat ketika eyang kakungnya masih ada di sampingnya, mereka sangat
menyayanginya walaupun sejelek apapun sikap Riani. Setiap hari eyang kakung
mengantar jemputnya ke sekolah dengan jeep kesayangannya.
Mereka tidak pernah memedulikan diri mereka sendiri. Riani memang sangat
menyayangi mereka, tapi dia tidak bisa menahan letupan emosi tinggi yang seringkali
dia rasakan. Riani sering berteriak-teriak, melempar barang-barang, bahkan
tidak jarang membentak-bentak mereka apabila mereka tidak melakukan hal-hal
yang Riani inginkan. Semua pelampiasan amarahnya kepada semua orang selalu dia
tujukan kepada mereka. Tidak jarang eyang putri dan eyang kakung menangis,
karena memang pada saat itu dia sangat kelewat batas.
Enam tahun yang
lalu merupakan tamparan yang sangat keras bagi Riani. Eyang kakung meninggal
dunia akibat sakit jantung. Sejak itu Riani berusaha sangat keras untuk berubah
lebih baik. Dia tidak ingin semakin
membebani eyang putrinya. Namun, hal itu adalah hal yang sangat sulit dilakukan.
“Riani, ngapain
ngelamun disitu?” tanya eyang.
Riani tersadar
dari lamunannya.
“Oh nggak Yang.
Eyang kok pagi-pagi udah repot?”
“Ya nggak lah.
Masak kayak gini aja repot. Oh iya, tolong bangunin mamamu ya, Ri.”
“Iya Eyang.”
Riani berjalan
menuju kamar mama. Dia membuka pintu kamarnya, melihat mama masih tidur di
balik selimutnya. Riani sangat bersyukur mamanya sanggup bertahan dari
kejadian-kejadian dulu itu. Walaupun ada goresan luka yang sulit untuk
disembuhkan. Luka di hatinya.
Akibat
kejadian-kejadian itu, Niken, mama Riani menderita sakit akibat tekanan
mentalnya. Beberapa kali mama keluar masuk rumah sakit jiwa supaya bisa sembuh.
Walaupun tidak bisa sembuh seperti dulu, Riani sangat bersyukur tidak
kehilangan mamanya.
“Mama, bangun
yuk ma. Eyang udah nyiapin sarapan tuh.”
“Eh Riani
sayang, kamu udah bangun. Yaudah mama mau mandi dulu ya.”
Riani pun keluar
dari kamar mama, aroma masakan sudah menguar dari dapur.
“Riani, ayo
cepat makan dulu. Jangan sampai nanti terlambat masuk kerja,”
ujar
Eyang.
Sudah satu tahun
ini Riani mengajar di Sekolah Luar Biasa Bhakti Bangsa. Sekolah yang memang
benar-benar luar biasa, dengan anak didik yang luar biasa dan tenaga pengajar
yang luar biasa. Di sana,
setiap hari Riani selalu mendapatnya pelajaran kehidupan yang baru.
Mereka, para
pengajar di SLB Bhakti Bangsa selalu berusaha agar anak didiknya, selalu
mendapatkan yang terbaik, yang tidak bisa didapatkan di sekolah umum biasa.
Hal-hal terbaik yang tidak Riani dapatkan ketika dia bersekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar